Diet Intermittent Fasting (IF) atau puasa berselang menjadi strategi diet yang semakin populer, termasuk di kalangan perempuan. Metode ini terbukti mampu membantu menurunkan berat badan, memperbaiki sensitivitas insulin, dan mempercepat metabolisme. Namun, banyak perempuan justru mengalami efek samping saat menjalani diet IF seperti lemas, siklus menstruasi tidak teratur, dan hasil yang tidak sesuai ekspektasi.
Mengapa hal ini terjadi? Jawabannya adalah karena terdapat perbedaan sistem hormon antara laki-laki dan perempuan. Dalam konteks perempuan, hormon-hormon reproduktif seperti estrogen dan progesteron sangat dipengaruhi oleh stres metabolik akibat pembatasan waktu makan. Karena itu, pendekatan Intermittent Fasting yang selaras dengan siklus menstruasi sangat penting untuk hasil penurunan berat badan yang optimal namun hormon tetap seimbang.
Diet Intermittent Fasting sesuai Siklus Menstruasi, Turunkan Berat Badan sesuai Ekspektasi
Tubuh perempuan mengalami fluktuasi hormon bulanan yang mempengaruhi metabolisme, suasana hati, dan kebutuhan energi. Menurut jurnal Effects of Intermittent Fasting on Female Reproductive Function, ketika perempuan menjalani IF tanpa memperhatikan siklus ini, tubuh bisa menganggapnya sebagai stres, yang berujung pada peningkatan hormon kortisol dan penurunan hormon reproduktif seperti Luteinizing Hormone.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa pola makan yang ekstrem seperti puasa panjang bisa memengaruhi siklus menstruasi dan kesehatan tiroid, terutama jika dilakukan secara terus menerus tanpa mempertimbangkan fase hormonal. Oleh karena itu, perempuan membutuhkan pendekatan diet yang adaptif.
Panduan Diet Intermittent Fasting berdasarkan Fase Siklus Menstruasi
Siklus menstruasi terbagi menjadi empat fase utama: menstruasi, folikular, ovulasi, dan luteal. Setiap fase membutuhkan pendekatan berbeda terhadap puasa dan asupan makanan.
Fase Menstruasi (Hari 1–5)
Saat menstruasi, kadar estrogen dan progesteron sangat rendah. Tubuh berada dalam kondisi peradangan ringan dan membutuhkan istirahat. Di fase ini, puasa panjang sebaiknya dihindari. Cukup lakukan pola ringan seperti pola makan 12:12 dan fokus pada pemulihan tubuh dengan makanan kaya zat besi dan magnesium, seperti bayam, kacang merah, serta susu rendah lemak yang mengandung vitamin D dan kalsium untuk mengurangi nyeri haid.
Fase Folikular (Hari 6–13)
Setelah menstruasi berakhir, estrogen mulai meningkat, energi bertambah, dan metabolisme membaik. Inilah fase terbaik untuk menjalani IF dengan pola makan 14:10 atau 16:8. Menurut penelitian, peningkatan estrogen dapat meningkatkan kemampuan tubuh membakar lemak dan meningkatkan performa kognitif. Makanan tinggi protein dan serat seperti telur, tempe, dan sayur-sayuran sangat disarankan untuk mendukung fase ini.
Fase Ovulasi (Hari 14–16)
Ini adalah fase ketika tubuh berada dalam kondisi paling kuat dan bertenaga. Estrogen mencapai puncak, disusul oleh luteinizing hormone. Puasa masih bisa dilakukan, tetapi hindari stres fisik berlebihan. Jaga hidrasi dan konsumsi makanan kaya antioksidan seperti buah beri, alpukat, dan teh hijau. IF dengan pola moderat tetap aman di fase ini.
Fase Luteal (Hari 17–28)
Setelah ovulasi, progesteron meningkat dan banyak perempuan mengalami peningkatan nafsu makan serta perubahan suasana hati. Fase ini ditandai dengan kecenderungan tubuh menyimpan energi lebih banyak. IF bisa kembali ke pola 12:12, atau bahkan dihentikan sementara. Makanan dengan indeks glikemik rendah dan lemak sehat seperti oatmeal, kacang-kacangan, dan susu rendah lemak akan membantu menjaga kestabilan gula darah.
Tips Menjaga Energi dan Keseimbangan Hormon saat Diet Intermittent Fasting
Menjaga energi dan hormon tetap stabil saat menjalani IF adalah kunci utama keberhasilan jangka panjang. Berikut beberapa tips berdasarkan riset terkini:
- Tidur cukup dan berkualitas: Hormon leptin dan ghrelin yang mengatur rasa lapar sangat dipengaruhi oleh kualitas tidur. Usahakan tidur minimal 7–8 jam setiap malam.
- Kelola stres: Hormon kortisol yang tinggi bisa menggagalkan pembakaran lemak dan memengaruhi siklus menstruasi. Latihan pernapasan, journaling, dan olahraga ringan bisa membantu menjaga stres tetap terkendali.
- Olahraga sesuai fase: Lakukan latihan intens seperti HIIT saat fase folikular dan ovulasi, serta beralih ke yoga atau jalan kaki saat luteal dan menstruasi untuk menyesuaikan energi tubuh.
Rekomendasi Asupan Zat Gizi saat Diet Intermittent Fasting
Agar IF tetap efektif dan tidak mengganggu keseimbangan hormon, makanan dan minuman yang dikonsumsi perlu diperhatikan. Berikut rekomendasi berbasis fase:
- Susu rendah lemak: Cocok untuk semua fase karena mengandung kalsium dan vitamin D yang membantu meredakan gejala PMS dan menjaga kekuatan tulang. Penelitian juga menunjukkan susu dapat membantu pemulihan otot dan energi setelah puasa.
- Karbohidrat kompleks: Konsumsi nasi merah, ubi, dan oats sangat dianjurkan pada fase luteal untuk mencegah lonjakan gula darah dan keinginan untuk makan berlebih.
- Lemak sehat dan omega-3: Alpukat, chia seed, dan ikan berlemak seperti salmon membantu mengurangi peradangan dan mendukung produksi hormon.
- Teh herbal dan air kelapa: Teh peppermint atau chamomile membantu menenangkan sistem pencernaan dan meredakan nyeri haid, sedangkan air kelapa efektif untuk rehidrasi alami.
Kesimpulan
Intermittent Fasting dapat menjadi metode diet yang efektif untuk perempuan, asalkan dilakukan dengan pendekatan yang sesuai siklus menstruasi. Memahami perubahan hormon bulanan dan menyesuaikan pola puasa serta jenis makanan yang dikonsumsi akan memberi hasil yang lebih stabil dan sehat.
Ingatlah bahwa tubuh perempuan bekerja berdasarkan siklus, bukan garis lurus. Keseimbangan hormon lebih penting daripada sekadar angka timbangan. Jadikan diet sebagai bentuk perawatan diri, bukan penyiksaan. Dengarkan tubuhmu, dan biarkan ritme alaminya menjadi panduan utama.
Sumber :
Abargouei, A. S., Janghorbani, M., Salehi-Marzijarani, M., & Esmaillzadeh, A. (2017). Effect of dairy consumption on weight and body composition in adults: a systematic review and meta-analysis of randomized controlled clinical trials. International Journal of Obesity, 41(1), 33–43. https://doi.org/10.1038/ijo.2016.215
Al-Suhaimi, E. A., & Al-Jafary, M. A. (2021). The role of minerals in the menstrual cycle: A review. Biological Trace Element Research, 199(1), 1–12. https://doi.org/10.1007/s12011-020-02185-9
Freire, R. (2020). Scientific evidence of diets for weight loss: Different macronutrient composition, intermittent fasting, and popular diets. Nutrition, 69, 110549. https://doi.org/10.1016/j.nut.2019.07.001
Hutchison, A. T., Regmi, P., Manoogian, E. N., Fleischer, J. G., Wittert, G. A., Panda, S., & Heilbronn, L. K. (2020). Time-restricted feeding improves glucose tolerance in men at risk for type 2 diabetes: A randomized crossover trial. Obesity, 28(5), 870–879. https://doi.org/10.1002/oby.22720
Malinowski, B., Zalewska, K., Węsierska, A., Sokołowska, M. M., Socha, M., Liczner, G., & Pawlak-Osińska, K. (2019). Intermittent fasting in cardiovascular disorders—An overview. Nutrients, 11(3), 673. https://doi.org/10.3390/nu11030673
Mao, L., Liu, A. & Zhang, X. Effects of Intermittent Fasting on Female Reproductive Function: A Review of Animal and Human Studies. Curr Nutr Rep 13, 786–799 (2024). https://doi.org/10.1007/s13668-024-00569-1
Zhang, Y., Liu, X., Wang, Y., & Ding, H. (2022). Sleep duration and hormonal regulation of appetite: Evidence from meta-analyses. Frontiers in Endocrinology, 13, 878294. https://doi.org/10.3389/fendo.2022.878294
Anggita Nurmallasari, S.Gz., Dietisien merupakan lulusan gizi dari Universitas Negeri Semarang dan melanjutkan pendidikan profesi dietisien di IPB University. Memiliki pengalaman dietetik di beberapa level (komunitas, industri, olahraga, rumah sakit, dan catering) dan saat ini berperan aktif di WRP Indonesia dalam branding activity, pembuatan konten, dan penulisan artikel ilmiah.