Makan Terlalu Cepat, Awas Ini Bahayanya!

Girls, pernahkah kamu memperhatikan berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh kebanyakan orang yang bertubuh langsing untuk makan? Ternyata, makan terlalu cepat bisa berpengaruh terhadap berat badan kamu loh girls. Tidak hanya itu, makan terlalu cepat juga bisa menyebabkan beberapa masalah kesehatan lainnya.

Cara makan terbaik yaitu dengan menikmatinya perlahan. Makan dengan perlahan lebih baik untuk kesehatan, terutama dalam hal pencernaan dan berat badan. Makan terlalu cepat tidak baik, karena dapat menimbulkan beberapa masalah, diantaranya seperti:

1. Tersedak

Ketika kamu makan terlalu cepat, kamu berisiko tersedak karena makanan yang kamu telan belum dikunyah secara sempurna. Mungkin sebagian dari kamu pernah tersedak saat makan dan kamu bisa mengatasinya. Namun, jangan disepelekan ya girls karena tersedak juga bisa membahayakan nyawa kamu. Apabila makanan tersangkut di tenggorokan, saluran napas kamu akan terhambat sehingga kamu tidak bisa bernapas. Jika tidak ditangani dengan benar, hal ini bisa menyebabkan kematian.

2. Masalah Pencernaan

Ketika kamu makan terlalu cepat, makanan yang kamu telan belum dikunyah secara sempurna. Akibatnya, lambung dan usus harus bekerja jauh lebih keras untuk mencerna makanan. Selain itu, tubuh mungkin tidak menghasilkan cukup enzim yang dibutuhkan untuk mencerna makanan sepenuhnya. Hal ini bisa menyebabkan zat gizi tidak terserap secara sempurna.

Dalam jangka panjang, efek makan terlalu cepat akan berpengaruh pada fungsi kerja sistem dan organ tubuh, serta dapat menyebabkan gangguan sistem pencernaan seperti gangguan fungsi lambung, dimana sering terjadi peningkatan produksi asam lambung, perut kembung dan terasa panas, refluks, serta gangguan fungsi usus.

3. Obesitas

Penelitian menunjukkan sering makan terlalu cepat dapat meningkatkan risiko kelebihan berat badan atau obesitas. Orang yang makan dengan cepat cenderung memilki asupan kalori yang lebih banyak dibandingkan mereka yang makan secara perlahan. Hal ini mungkin terjadi karena orang yang makan dengan cepat menelan lebih banyak makanan sebelum otak mengenali sinyal kenyang. Bagaimanapun otak membutuhkan waktu untuk memproses sinyal kenyang. Setidaknya butuh waktu 20 menit bagi sistem pencernaan untuk memberikan sinyal kenyang ke otak.

4. Sindrom Metabolik

Seseorang yang makan dengan cepat cenderung memilki lingkar pinggang yang besar dan kadar lokesterol baik (HDL) yang lebih rendah. Kedua hal ini merupakan factor risiko yang membentuk sindrom metabolik, dan sering menjadi pertanda penyakit jantung.

Selain itu, makan terlalu cepat juga berkaitan resistensi insulin yang merupakan penyebab penyakit diabetes, khususnya diabetes tipe 2. Meskipun tidak berkaitan langsung dengan resistensi insulin, namun makan terlalu cepat berhubungan dengan kegemukan obesitas yang mana obesitas merupakan salah satu penyebab utama terjadinya resistensi insulin. Seseorang yang memiliki kebiasaan makan cepat memiliki risiko dua kali lebih mungkin untuk terkena sindrom metabolik dibandingkan orang yang makan dengan normal.

Itulah dia beberapa bahaya yang mungkin timbul dari kebiasaan makan terlalu cepat. Lalu bagaimana sih tipsnya untuk makan dengan perlahan?

  • Menyediakan dan mempersiapkan waktu secara khusus untuk makan, sehingga kamu tidak terburu-buru. Perlu diingat, bahwa butuh sekitar 20 menit agar otak bisa mengenali sinyal kenyang. Tapi bukan berarti kamu harus terus makan sampai mencapai waktu 20 menit ya. Konsumsi porsi makanan sesuai gizi seimbang dan cobalah makan dengan perlahan.
  • Kunyah makanan dengan seksama, usahakan mengunyah secara perlahan sebelum Proses pencernaan dimulai dari mengunyah makanan di mulut. Proses mengunyah akan memecah makanan menjadi ukuran yang lebih kecil dan memudahkan untuk proses pencernaan selanjutnya. Selain itu, ketika proses mengunyah makanan akan bercampur dengan saliva dan memungkinkan tubuh untuk menyerap zat gizi lebih maksimal dari makanan yang kamu makan.
  • Minum air di sepanjang waktu makan membantu kamu merasa kenyang dan mendorong kamu untuk makan perlahan.
  • Makan makanan tinggi serat seperti sayuran dan buah-buahan tidak hanya mengenyangkan tapi juga membutuhkan waktu cukup lama untuk dikunyah.
  • Ambil suapan kecil untuk membantu kamu memperlambat kecepatan makan dan membuat kamu makan dengan perlahan.
  • Mindful eating, makan dengan penuh kesadaran dan fokuskan diri kamu hanya pada makanan yang sedang kamu makan akan membantu kamu makan dengan perlahan.

Nah, girls penting ya memperhatikan waktu yang kamu habiskan untuk makan. Jadi jangan terlalu cepat makannya. Tenang, gak akan ada yang ambil makanan kamu kok !

 

Sumber:

Doktersehat.com. (2019). 8 Bahaya Makan Terlalu Cepat (No. 2 Sering Dialami). [online] Tersedia di: <https://doktersehat.com/bahaya-makan-terlalu-cepat/> [Diakses pada 4 Agustus 2021].

Healthline.com. (2019). Does Eating Fast Make You Gain More Weight?. [online] Tersedia di: <https://www.healthline.com/nutrition/eating-fast-causes-weight-gain#tips> [Diakses pada 4 Agustus 2021].

Healthline.com. (2019). What You Should Know About Choking. [online] Tersedia di: <https://www.healthline.com/health/choking-adult-or-child-over-1-year> [Diakses pada 4 Agustus 2021].

Healthline.com. (2020). Chewing Your Food: Is 32 Really the Magic Number?. [online] Tersedia di: <https://www.healthline.com/health/how-many-times-should-you-chew-your-food#TOC_TITLE_HDR_1> [ Diakses pada 4 Agustus 2021].

Medicalnewstoday.com. (2017). Eating too fast may lead to weight gain, heart disease. [online] Tersedia di: <https://www.medicalnewstoday.com/articles/320056#Fast-eating-linked-with-metabolic-syndrome> [Diakses pada 4 Agustus 2021].

Ohkuma T, Hirakawa Y, Nakamura U, Kiyohara Y, Kitazono T, Ninomiya T. Association between eating rate and obesity: a systematic review and meta-analysis. Int J Obes (Lond). 2015 Nov;39(11):1589-96. doi: 10.1038/ijo.2015.96. Epub 2015 May 25. PMID: 26100137.

Zhu, B., Haruyama, Y., Muto, T., & Yamazaki, T. (2015). Association between eating speed and metabolic syndrome in a three-year population-based cohort study. Journal of epidemiology25(4), 332–336. https://doi.org/10.2188/jea.JE20140131