Stop Melabeli Makanan Sebagai ‘Baik’ dan ‘Buruk’

Ladies, pernah nggak sih kamu menjumpai orang yang sedang diet mengatakan “aku nggak mau makan nasi nanti gendut” atau “aku lagi diet, jadi makannya sayuran rebus sama buah aja”?

Atau justru kamu juga termasuk yang kerap mengatakan hal tersebut ladies?

Tahukah ladies, bahwa hal tersebut sama saja kamu melabeli makanan sebagai makanan baik dan buruk.

Di era globalisasi seperti sekarang ini, di mana semua informasi begitu mudah tersebar di media sosial, membuat orang dengan mudahnya terpengaruh budaya diet. Budaya diet adalah keyakinan yang meresap bahwa penampilan dan bentuk tubuh yang ramping atau kurus lebih penting daripada kesehatan fisik, psikologis, dan kesejahteraan. Budaya diet ini menekankan pentingnya membatasi kalori, menormalkan self-talk negatif, dan melabeli makanan tertentu sebagai ‘baik’ atau ‘buruk’.

Melabeli makanan sebagai suatu yang baik dan buruk, bisa merusak hubungan kamu dengan makanan. Hal inilah yang kerap membuat banyak orang cenderung merasa bersalah ketika memakan makanan yang dianggapnya buruk. Perasaan bersalah ini kemudian membuat seseorang terdorong untuk melakukan pembatasan ketat di hari berikutnya atau melakukan olahraga keras sebagai upaya ‘penebusan dosa’.

Ladies, berhentilah melabeli makanan. Melabeli makanan hanya akan membuatmu stres setiap kali makan, tidak dapat menikmati makanan, takut terhadap makanan tertentu, dan sulit bersosialisasi dalam acara makan bersama. Selain itu, ketika kamu membatasi konsumsi suatu makanan yang kamu anggap buruk, bukan tak mungkin kamu justru malah semakin menginginkan makanan tersebut.

Melabeli makanan juga merupakan salah satu alasan mengapa diet yang dijalani mungkin terasa berat dan menyiksa, karena terlalu banyak pembatasan dan larangan dalam makan. Bahkan, kamu mungkin akan berisiko mengalami gangguan makan atau eating disorder.

Nah ladies, yuk berhenti melabeli makanan dan merasa bersalah karena makan makanan tertentu!

Bagaimana caranya?

1. Bangun Hubungan Baik dengan Makanan

Jika selama ini kamu menganggap makanan tertentu sebagai makanan baik atau buruk, sehat atau tidak sehat. Coba tanamkan hal ini, ‘tidak ada makanan baik atau buruk’, dan ‘tidak ada makanan sehat atau tidak sehat’, karena ‘semua makanan bergizi’. Ya, semua makanan mengandung zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh kita, yang membedakan ialah makanan tertentu mungkin lebih bergizi, sedangkan yang lain tidak.

Selain itu, hindari menggunakan istilah cheating dalam diet. Karena penggunaan istilah ini identik dengan perilaku buruk. Biasanya banyak orang menggunakan istilah cheat day untuk hari-hari di mana mereka bisa makan makanan yang mereka sukai dan cenderung diberi label buruk.  Untuk menghindari terbentuknya hubungan negatif dengan makanan, yaitu perasaan bersalah dan takut mengonsumsi makanan tertentu, maka kamu bisa mengubah ‘cheat food’ menjadi ‘comfort food’, yaitu istilah yang digunakan untuk makanan yang bisa membuat kita bahagia meskipun dimakan dalam jumlah sedikit.

2. Tolak Budaya Diet

Budaya diet menanamkan keyakinan bahwa cantik itu harus kurus dan langsing. Oh hello ladies, cantik itu bukan hanya memiliki tubuh kurus dan langsing. Setiap orang cantik dengan dirinya masing-masing, entah itu dari bentuk tubuhnya, caranya berpikir, karakternya, dsb. Semua bentuk tubuh itu cantik dan merupakan anugerah. Hal yang terpenting adalah bagaimana kita mencintai dan merawat tubuh yang kita miliki. Kamu bisa menjaga dan merawat tubuhmu dengan memberikannya asupan yang bergizi seimbang, serta aktif bergerak untuk menjaganya tetap sehat. 

3. Perhatikan Porsinya

Ladies, membangun hubungan baik dengan makanan itu penting agar kamu bisa lebih menikmati makanan yang kamu makan dan membuat diet terasa lebih menyenangkan. Namun, hal lain yang perlu kamu perhatikan ialah porsinya. Semua makanan mungkin bergizi, namun kita tetap perlu memerhatikan jumlah konsumsinya. Karena ada beberapa makanan yang apabila dikonsumsi secara berlebihan bisa berdampak negatif pada kesehatan. Termasuk juga comfort food yang kamu sukai, kamu perlu membatasi konsumsinya. Ingat ladies, bukannya dilarang, hanya saja konsumsinya perlu diperhatikan agar tidak berlebihan. Karena sesuatu yang berlebihan juga tidak baik bukan?

Kamu bisa menggunakan metode 80:20, di mana 80% kebutuhan kalori dipenuhi dari makanan utuh yang kaya zat gizi dan minim proses, sementara 20% sisanya bisa kamu alokasikan untuk comfort food. Misalnya, total kebutuhan kalori harianmu sekitar 1500 kkal, 20% dari total kebutuhan gizi tersebut atau sekitar 300 kkal, ini setara dengan 1 buah cheese burger atau 1 buah donat dengan topping cokelat di atasnya.

Ladies, jika saat ini kamu masih melabeli makanan, yuk mulai stop dari sekarang. Dengan berhenti melabeli makanan, kamu akan memiliki hubungan yang lebih positif dengan makanan, lebih menghargai makanan, serta dapat menikmati makanan tanpa rasa bersalah. Selain itu, kamu tidak perlu stres lagi dalam memilih makanan, dan terhindar dari risiko eating disorder. Kamu bisa lebih menikmati diet yang kamu jalani.

 

Sumber:

Baswick,m J. (n.d). Why you should stop labelling food as “good” or “bad”. [online] Tersedia di: https://theintuitivenutritionist.com/why-you-should-stop-labelling-food-as-good-or-bad/

Fitplate Nutrition. (2020). Labeling Food Good & Bad: Why We Need to Stop and How. [online] Tersedia di: https://www.fitplatenutrition.com/fit-plate-blog/why-we-need-to-stop-labeling-food-good-and-bad